Pertama : Masyarakat Indonesia hanya membaca judul
tanpa membaca isi keseluruhan dari suatu kabar. sering kita melihat judul-judul
pemberitaan atau posting yang menggelitik dan bahkan geram karena memang judul
harus dibuat menggelitik agar pembaca tertarik dengan tulisan kita. Namun,
walau bagaimana pun judul tidak bisa menceritakan isi sepenuhnya, kemauan
literasi bangsa Indonesia menurut UNESCO minat baca masyarakat Indonesia sangat
memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1000 orang Indonesia, cuma 1 orang
yang rajin membaca. Riset berbeda bertajuk "Most Littered Nation In the
World" yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret
2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal
minat membaca. Ini artinya, Indonesia persis berada di bawah Thailand (59) dan
di atas Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk
mendukung membaca peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa. di Kelurahan Winongo sendiri sudah ada Perpustakaan Sekar Kenanga (baca : TBM Sekar Kenanga Kelurahan Winongo) namun sampai saat ini belum termanfaatkan secara maksimal, Warga Winongo lebih banyak membaca di gawainya yang belum tentu jelas sumbernya
koleksi buku TBM Sekar Kenanga |
Kedua : Mayoritas Warga Indonesia hanya percaya
pada sumber tertentu dan terlalu "mengagungkan" sumber tersebut.
Artinya apa? kita terlalu mengagungkan seseorang atau suatu pihak, kita akan
melepaskan logika atas kebenaran.
Ketiga : masih terkait alasan kedua diatas, kita
cenderung tidak mempercayai sumber lain yang dianggap berbeda golongan atau
dianggap gak sependapat, apalagi terkait isu saat ini yang cumup memprihatinkan
tentang golongan dalam tanda kutip mayoritas dan minoritas.
Keempat : Sebagian besar orang Indonesia masih gak
bisa membedakan antara satir dengan hoax. Apa itu satir ? Satir merupakan
bentuk sindiran terhadap keadaan atau seseorang. Biasanya satir disampaikan
dalam bentuk ironi, sarkasme atau parodi. Sayangnya kebanyakan orang Indonesia
belum bisa membedakan hal tersebut dengan hoax.
Kelima : Ketika ada kabar yang mewakili perasaan
saat itu, mayoritas orang Indonesia akan langsung membagikannya.
Keenam : Kebanyakan orang Indonesia membenarkan
suatu kabar berdasarkan tingkat keseringan mereka melihat kabar itu
"lewat" di linimasa media social. Wah, hampir semua orang share
berita ini nih! Bahkan teman-temanku juga! Jadi, orang-orang terdekatku harus
segera tahu juga tentang ini! Itulah yang sering menjadi pikiran kebanyakan
netizen gak hanya di Indonesia, tapi seluruh dunia. Tingkat keseringan berita
tersebut terlihat, membuat dirasa tidak perlu mencari tahu lagi kebenaran
sesungguhnya
Ketujuh : Kebanyakan orang Indonesia merasa enggan
untuk mencari kebenaran berita dan melakukan verifikasi ulang, beberapa bahkan
gak tahu caranya.
Kedelapan : Sebuah ajakan semacam "share =
berpahala", "like = amin" atau "komentar = membantu"
sudah cukup membuat banyak orang Indonesia percaya dengan berita yang
disebarkan. Ini yang saat ini menjadi trend di media social.
nah dari 8 hal itu, sebagai warga yang smart diharapkan mampu minimal mengurangi atau mencegah derasnya HOAX di Indonesia pada umumnya dan Kota Madiun pada umumnya
No comments:
Post a Comment