KIM Winongo bersama Kompas Madya (HvM) Nguri-uri kesenian Penthul Tembem - KIM CITRA TARUNA KENANGA

Breaking

KIM CITRA TARUNA KENANGA

Komunikatif, Informatif, Peduli Masyarakat

test banner

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Saturday, 26 August 2017

KIM Winongo bersama Kompas Madya (HvM) Nguri-uri kesenian Penthul Tembem

Budaya tradisional yang merupakan ciri dari sebuah daerah atau negara saat ini hampir tergantikan dengan budaya modern, oleh karena itu dalam rangka melestarikan Budaya Tradisional guna menangkal laju masuknya Budaya asing dan agar generasi penerus tidak melupakan budaya bangsa sendiri,

Bersama komunitas pelestari budaya dan sejarah KOMPAS MADYA atau lebih dikenal dengan nama Historia van Madiun (HvM) Kim Citra Truna Kenanga berusaha menggali, mengangkat dan memasyarakatkan kembali Budaya Tradisional, Pada kesempatan ini kami dari KIM Citra Taruna Kenanga  dan Komunitas Historia van Madiun (HvM) mencoba menggali Kesenian Tradisional daerah Madiun berupa fragmen PENTHUL & TEMBEM yang menurut sejarah, pertama kali diperagakan pada abad delapan belas (sekitar tahun 1761) bertempat di Alun-Alun Madiun. 


Eyang Putri Uripto Raharjo  pemilik Wisma Melati adalah salah satu penggiat Kesenian yang ada di Kota Madiun, berlokasi di Jalan Pandu no 23 Kota Madiun., didalam buku yang ditulis beliau yang berjudul Pentul Tembem Suatu Kesenian Lesan dari Madiun, Cerita tentang Penthul & Tembem ini dilatar belakangi oleh sejarah ketika Bagus Burhan (R.Ng.Ranggawarsita waktu masih muda) menuntut ilmu keagamaan dan kenegaraan pada Kyai Hasan Besari di Tegalsari, pada kira- kira abad ke-18 (sekitar tahun 1761)


Seorang abdi dari Tegalsari, bernama Kromoleya diutus mencari Bagus Burhan yang pergi dari Tegalsari. Dalam perjalanan mencari Bagus Burhan tersebut, karena tidak membawa bekal, Kromoleya mencari makan dengan cara mbarang (ngamen), dan agar tidak dikenal orang dia menggunakan topeng berwarna hitam, yang kemudian dinamakan Tembem. Pada saat sampai di Alun-Aun Madiun tersebut, bertemulah Kromoleya dengan abdi Bagus Burhan, yang bernama Onggoleya, yang kemudian ikut menari bersamanya dan juga menggunakan topeng, tapi berwama putih, sebagai pasangannya. Kemudian Onggoleya yang bertopeng tadi dinamakan Penthul.

Peristiwa dimana Kromoleya bertemu dengan Onggoleya di Alun-AIun Madiun sambil menari dan memakai topeng (untuk menyamar), itulah yang kemudian dijadikan suatu bentuk kesenian PENTHUL - TEMBEM


 
Cerita tentang Penthul & Tembem ini, yang dilatar belakangi kisah Bagus Burhan, mengandung suatu pesan moral, yaitu suatu tujuan hanya dapat dicapai dengan usaha keras dan tekun, serta tidak mengedepankan emosi dan meskipun terjadinya di Alun-alun Madiun pada sekitar tahun 1761, tetapi tidak banyak yang mengetahui. Oleh karena itu dengan menggali, mengangkat dan mengembangkan kesenian ini, mudah-mudahan dapat memacu semangat kita untuk mencintai dan melestarikan budaya Tradisional peninggalan nenek moyang kita , agar tidak punah – Eyang Putri Uripto Raharjo.
Widodo (Kompas Madya) bersama Penghargaan Pentas Seni Penthul Tembem

No comments:

Post a Comment

Post Top Ad

Responsive Ads Here