Bersama komunitas pelestari budaya dan sejarah KOMPAS MADYA atau lebih dikenal dengan nama Historia van Madiun (HvM) Kim Citra
Truna Kenanga berusaha menggali, mengangkat dan memasyarakatkan kembali Budaya
Tradisional, Pada kesempatan ini kami dari KIM Citra Taruna Kenanga dan Komunitas Historia van Madiun (HvM)
mencoba menggali Kesenian Tradisional daerah Madiun berupa fragmen PENTHUL
& TEMBEM yang menurut sejarah, pertama kali diperagakan pada abad delapan
belas (sekitar tahun 1761) bertempat di Alun-Alun Madiun.
Eyang Putri Uripto Raharjo pemilik Wisma Melati adalah salah satu
penggiat Kesenian yang ada di Kota Madiun, berlokasi di Jalan Pandu no 23 Kota
Madiun., didalam buku yang ditulis beliau
yang berjudul Pentul Tembem Suatu Kesenian Lesan dari Madiun, Cerita tentang
Penthul & Tembem ini dilatar belakangi oleh sejarah ketika Bagus Burhan
(R.Ng.Ranggawarsita waktu masih muda) menuntut ilmu keagamaan dan kenegaraan
pada Kyai Hasan Besari di Tegalsari, pada kira- kira abad ke-18 (sekitar tahun
1761)
Seorang abdi dari Tegalsari,
bernama Kromoleya diutus mencari Bagus Burhan yang pergi dari Tegalsari. Dalam
perjalanan mencari Bagus Burhan tersebut, karena tidak membawa bekal, Kromoleya
mencari makan dengan cara mbarang (ngamen), dan agar tidak dikenal orang dia
menggunakan topeng berwarna hitam, yang kemudian dinamakan Tembem. Pada saat sampai di Alun-Aun Madiun tersebut, bertemulah
Kromoleya dengan abdi Bagus Burhan, yang bernama Onggoleya, yang kemudian ikut
menari bersamanya dan juga menggunakan topeng, tapi berwama putih, sebagai
pasangannya. Kemudian Onggoleya yang bertopeng tadi dinamakan Penthul.
Peristiwa dimana Kromoleya
bertemu dengan Onggoleya di Alun-AIun Madiun sambil menari dan memakai topeng
(untuk menyamar), itulah yang kemudian dijadikan suatu bentuk kesenian PENTHUL - TEMBEM.
Cerita tentang Penthul & Tembem ini, yang dilatar belakangi kisah Bagus Burhan, mengandung suatu pesan moral, yaitu suatu tujuan hanya dapat dicapai dengan usaha keras dan tekun, serta tidak mengedepankan emosi dan meskipun terjadinya di Alun-alun Madiun pada sekitar tahun 1761, tetapi tidak banyak yang mengetahui. Oleh karena itu dengan menggali, mengangkat dan mengembangkan kesenian ini, mudah-mudahan dapat memacu semangat kita untuk mencintai dan melestarikan budaya Tradisional peninggalan nenek moyang kita , agar tidak punah – Eyang Putri Uripto Raharjo.
Widodo (Kompas Madya) bersama Penghargaan Pentas Seni Penthul Tembem |
No comments:
Post a Comment